PPK
sangat berperan penting dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. PPK sangat
berperan mulai dari permulaan/perencanaan pengadaan barang/jasa, sampai kepada
penyerahan pekerjaan, baik penyerahan pekerjaan pertama (Project Hand Over/PHO)
maupun penyerahan pekerjaan akhir (Final Hand Over/FHO).
Sebagaimana
diatur dalam Perpres 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
BAB
III
PARA
PIHAK DALAM PENGADAAN BARANG/JASA
Bagian
Pertama
Organisasi
Pengadaan
Pasal 7
(1) Organisasi
Pengadaan Barang/Jasa untuk Pengadaan melalui Penyedia Barang/Jasa terdiri atas:
a. PA/KPA;
b. PPK;
c. ULP/Pejabat Pengadaan; dan
d. Panitia/Pejabat Penerima Hasil
Pekerjaan.
(2) Organisasi
Pengadaan Barang/Jasa untuk Pengadaan melalui Swakelola terdiri atas:
a. PA/KPA;
b. PPK; dan
c. Panitia/Pejabat Penerima Hasil
Pekerjaan.
(3) PPK
dapat dibantu oleh tim pendukung yang diperlukan untuk pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
(4)
Perangkat organisasi ULP ditetapkan sesuai kebutuhan yang paling kurang terdiri atas:
a. kepala;
b. sekretariat;
c. staf pendukung; dan
d. kelompok kerja.
|
Pada akhir-akhir hendak
digantikannya Keppres 80 tahun 2003, banyak orang yang enggan menjadi PPK.
Bahkan konon banyak pegawai pemerintah yang diikutsertakan dalam ujian
sertifikasi Pengadaan Barang/Jasa sengaja tidak meluluskan dirinya. Namun,
semenjak diberlakukannya Perpres 54 tahun 2010, hal tersebut berangsur-angsur menguap.
Dengan adanya Tim Pendukung, berupa ULP/Pokja/Pejabat Pengadaan, praktis beban
tanggung jawab PPK menjadi lebih terbagi dengan Tim Pendukung tersebut.
Akan tetapi PPK tetap menjadi suatu
posisi yang strategis dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Keberhasilan
pekerjaan yang dilelangkan tergantung kepada seberapa teliti dan cermat PPK
dalam melaksanakan pekerjaannya.
Pejabat
Pembuat Komitmen
Pasal 11
(1) PPK memiliki tugas pokok dan
kewenangan sebagai berikut:
a. menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang
meliputi:
1)
spesifikasi teknis Barang/Jasa;
2)
Harga Perkiraan Sendiri (HPS); dan
3)
rancangan Kontrak.
b. menerbitkan
Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
c. menandatangani
Kontrak;
d. melaksanakan
Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa;
e. mengendalikan
pelaksanaan Kontrak;
f. melaporkan
pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA;
g. menyerahkan
hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada
PA/KPA dengan Berita Acara Penyerahan;
h. melaporkan
kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran
dan hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan; dan
i. menyimpan
dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa.
(2) Selain tugas pokok dan kewenangan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dalam hal diperlukan, PPK dapat:
a. mengusulkan
kepada PA/KPA:
1)
perubahan paket pekerjaan; dan/atau
2)
perubahan jadwal kegiatan pengadaan;
b. menetapkan
tim pendukung;
c. menetapkan
tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis
(aanwijzer) untuk membantu pelaksanaan tugas ULP; dan
d. menetapkan
besaran Uang Muka yang akan dibayarkan kepada
Penyedia Barang/Jasa.
Pasal 12
(1) PPK
merupakan Pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa.
(2) Untuk
ditetapkan sebagai PPK harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki integritas;
b. memiliki disiplin tinggi;
c. memiliki tanggung jawab dan
kualifikasi teknis serta manajerial
untuk melaksanakan tugas;
d. mampu
mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki
keteladanan dalam sikap perilaku serta tidak pernah terlibat KKN;
e. menandatangani Pakta Integritas;
f. tidak menjabat sebagai pengelola
keuangan; dan
g. memiliki Sertifikat Keahlian
Pengadaan Barang/Jasa.
(3)
Persyaratan manajerial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah:
a. berpendidikan paling kurang
Sarjana Strata Satu (S1) dengan
bidang keahlian yang sedapat mungkin
sesuai dengan
tuntutan pekerjaan;
b. memiliki pengalaman paling kurang
2 (dua) tahun terlibat secara
aktif dalam kegiatan yang berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa; dan
c. memiliki
kemampuan kerja secara berkelompok dalam melaksanakan
setiap tugas/pekerjaannya.
|
Apabila kita uraiakan, maka akan
terlihat betapa strategisnya posisi PPK dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.
Dalam pasal 11 Perpres 54 tahun 2010 sebagaimana saya lampirkan di atas,
terlihat bahwa Perpres menyebutkan bahwa PPK punya tugas dan kewenangan yang
disebut Pokok, PPK juga dapat melaksanakan beberapa hal. Namun justru beberapa
hal itulah yang menjadi titik krusial. Berikut penjelasannya:
Menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa (Ps 11 ayat (1) a.)
1) spesifikasi teknis
Barang/Jasa
Dalam Kementerian kami, hampir selalu PPK itu adalah
orang teknis, atau yang berlatar belakang Teknik Sipil (dahulu Insinyur / Ir. kini
disebut Sarjana Teknik / ST). Meskipun tidak ada ketentuan tertulis seorang PPK
haruslah seorang Sarjana Teknik, namun tentu hal tersebut menjadi mutlak adanya
karena terkait dengan keahlian teknis dalam mengawal pelaksanaan pekerjaan. Meskipun,
tidak dapat dipungkiri, sisi manajerial juga banyak terlibat dalam fungsi
seorang PPK, seperti manajer pelaksanaan proyek, manajer Barang Milik Negara
(BMN) atau aset yang berada di lingkup tanggung jawabnya, manajer Sumber Daya
Manusia, dan banyak lagi termasuk manajemen terhadap hubungan masyarakat
terkait pengaduan/permintaan masyarakat atau berita surat kabar.
Dalam hal pengadaan pekerjaan konstruksi seorang PPK
dituntut untuk memahami lingkup pekerjaan yang akan dilelangkannya. Apabila
sudah terdapat desain yang sudah jadi, dimana pekerjaan akan dilelangkan
menurut desain tersebut, maka PPK harus memahami desain tersebut dan
menganalisisnya. Dalam artian desain tersebut apa sudah sesuai dengan pagu yang
dianggarkan, sesuai target yang ditetapkan, sesuai kondisi lapangan, sehingga
di tangan PPK-lah diputuskan apakah desain tersebut akan terus dilelangkan atau
diperlukan suatu perubahan.
Dalam hal pengadaan konsultansi, yang outputnya berupa
laporan/hasil desain, maka PPK wajib memahami dan menguasai, apakah output
tersebut sudah sesuai dengan yang direncanakan, dalam hal ini yang tertuang
dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK).
Dalam hal pengadaan barang/jasa lainnya, maka PPK juga
harus memahami rencana/kebutuhan akan barang yang akan diadakan tersebut,
spesifikasi yang diinginkan, dan output yang akan dicapai apakah sudah sesuai
dengan RKAKL/DIPA atau belum.
2) Harga Perkiraan
Sendiri (HPS)
Pembuatan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) adalah hal yang
mudah sekaligus sulit. Mudah karena HPS mempunyai patokan-patokan atau standar
acuan dalam pembuatannya. patokan-patokan atau standar acuan tersebut, misalnya
harga standar tertinggi daerah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat
(biasanya ditandatangani oleh Gubernur), harga Biro Pusat Statistik, dengan
juga memperhatikan jarak angkut/lokasi dan ketersediaan bahan yang
bersangkutan. Sulitnya adalah ketika penilaian tersebut tidak dibuat seksama dan
cermat, maka HPS dapat menjadi terlalu mahal atau terlalu murah yang ujungnya pada
kemahalan harga kontrak.
3) rancangan Kontrak
Penyusunan rancangan kontrak juga mudah sekaligus sulit. Mudah karena pada
awal perencanaan pelelangan, PPK sudah mempunyai patokan jenis kontrak apa yang
akan digunakan, yang sudah ada standar dan batasannya dalam Perpres 54 tahun
2010. Disinilah lagi-lagi kompetensi PPK dalam memahami Perpres 54 tahun 2010
kembali diuji, meski lazimnya yang digunakan adalah Kontrak Harga Satuan/Lumpsum.
Disebut mudah juga karena sudah ada Standar Bidding Document (SBD) yang
dikeluarkan oleh instansi terkait, seperti SBD yang dikeluarkan oleh LKPP tahun
2010. Kementerian kami juga mempunyai SBD berdasarkan Permen PU 07 tahun 2011 untuk
pekerjaan Konstruksi maupun Konsultansi, juga ada yang lebih khusus seperti SBD
keluaran Bina Marga.
Sulit karena SBD yang ada tersebut, juga harus disesuaikan dengan keadaan
di lapangan dan masukan dari para peserta lelang saat Aanwijzing.
Menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ Ps 11 ayat (1) b.)
Setelah mencapai tahap Penetapan
Pemenang dan melalui masa sanggah, apabila tidak ada sanggahan maka PPK
menerbitkan SPPBJ. Meskipun PPK punya hak untuk tidak menerbitkan SPPBJ, namun
hampir tidak pernah PPK tidak sependapat dengan ULP/Pokja mengenai penetapan
pemenang. PPK dapat menolak/setuju untuk menerbitkan SPPBJ dengan meneliti Berita
Acara Hasil Pelelangan (BAHP).
Dengan keterbatasan waktu yang
dimiliinya, dengan ketatnya jadwal pelelangan serta jadwal penyerapan anggaran
lazimnya PPK “hanya” mempelajari BAHP secara singkat dan dengan mempelajari
yang singkat tersebut PPK akan menyetujui atau menolak menerbitkan SPPBJ.
Menandatangani Kontrak
Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam penandatangan kontrak adalah:
a.
Pencantuman detail pekerjaan, seperti besarnya nilai
kontrak, nilai jaminan, waktu pelaksanaan, termin pembayaran, serta kelengkapan
kontrak yang merupakan suatu kesatuan dalam kontrak seperti surat perjanjian,
Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK), Jaminan-Jaminan, Syarat-Syarat Umum Kontrak,
Syarat-Syarat Khusus Kontrak, dan sebagainya
b.
pembubuhan materai dalam tanda tangan kontrak. Meskipun
bukan syarat sahnya perjanjian seperti diatur dalam Ps 1320 KUHPer, pencatuman
materai penting adanya.
Melaksanakan Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa dan mengendalikan pelaksanaan Kontrak dan melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan
anggaran dan hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan
PPK wajib mengendalikan pelaksanaan pekerjaan agar sesuai
dengan yang direncanakan. Disinilah juga merupakan bagian dari pengertian dan
pengetahuan PPK tentang lingkup proyek yang dilaksanakannya. Saat perencanaan pelelangan
ia harus mengerti lingkupnya, saat pelaksanaan juga ia wajib mengerti
pengaplikasiannya. Jangan sampai pelaksanaan pekerjaan kuantitas dan kualitasnya
tidak sesuai yang direncanakan, terjadi keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, atau
bahkan sampai putus kontrak.
Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa
kepada PA/KPA, menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan
Barang/Jasa kepada
PA/KPA dengan Berita Acara Penyerahan, dan menyimpan
dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa
Setelah pekerjaa selesai
dilaksanakan, PPK harus membentuk Tim Penerima hasil pekerjaan (Tim PHO) guna
memerika hasil pekerjaan apakah sudah sesuai dengan yang direncanakan baik
kuantitas maupun kualitasnya.
Selanjutnya dalam
hal diperlukan, PPK dapat mengusulkan
kepada PA/KPA:
1) perubahan paket pekerjaan; dan/atau
2) perubahan
jadwal kegiatan pengadaan
Menurut saya inilah yang menjadi
paling penting dalam perencanaan pelelangan. PPK dapat mengusulkan perubahan
paket dan jadwal kegiatan apabila PPK merasa bahwa masih terdapat kelemahan
perencanaan pelelangan. Perubahan tersebut dapat berupa apapun yang berpotensi
akan menjadi masalah dalam pelaksanaan pekerjaan.
Misalnya saja apabila ternyata lahan
yang akan digunakan untuk pelaksanaan pekerjaan diketahui oleh PPK bahwa lahan
tersebut belum bebas atau masih dalam sengketa, sehingga apabila nantinya sudah
didapatkan pemenang lelang dan sudah ditetapkan, sementara lahan belum bebas,
Penyedia Jasa dapat menolak untuk melakukan tanda tangan kontrak karena
lahannya belum siap untuk dikerjakan. Penyedia Jasa juga dapat meminta suatu
Kompensasi atau menolak apabila dikenai Show Cause Meeting (SCM) saat terjadi
keterlambatan pekerjaan sebagai akibat belum bebasnya lahan, karena
kesalahan/keterlambatan bukan karena penyebab dari Penyedia Jasa.
Contoh lain misalnya desain yang
akan digunakan sebagai dasar pelaksanaan pekerjaan, sebagai desain yang digunakan
menyusun Dokumen Pemilihan dalam Pelelangan adalah desain yang sudah lama,
sehingga dikhawatirkan desain tersebut tidak terkini (up-to-date) dan juga dapat
menghambat pelaksanaan pekerjaan. Contohnya desain tahun 2007 akan digunakan
untuk pekerjaan tahun 2011, di desain tidak ada utilitas kabel listrik, lalu
pada 2011 sudah ada kabel disitu, sehingga perlu untuk dipindahkan (sementara
itu izin pemindahan antarinstansi seringkali sulit sekali) yang otomatis akan
menghambat progres pelaksanaan pekerjaan.
Apabila perencanaan pelelangan tidak
dikaji ulang oleh PPK, maka hal-hal itu dapat menghambat pelaksanaan pekerjaan.
Hal tersebut sekali lagi menjadi contoh bahwa kemampuan manajerial dan kejelian
PPK memahami lingkup pekerjaan di lingkungannya menjadi amat penting, disamping
pengetahuan teknis mengenai barang/jasa yang akan diadakannya. Untuk pembahasan
mengenai kaji ulang ini, akan dibahas pada tulisan saya yang lain.
No comments:
Post a Comment