Sunday, July 15, 2012

Pengkajian Ulang Rencana Pengadaan

Hal yang cukup penting dalam perencanaan pelelangan paket fisik/konstruksi adalah pengkajian ulang paket yang akan dilelangkan oleh PPK dengan ULP serta Tim Teknis. Meskipun dalam Perpres tidak tertera kewajiban untuk melaksanakan kaji ulang, namun kaji ulang ini sangatlah penting dilaksanakan, terutama apabila pekerjaan dilaksanakan berdasarkan suatu desain yang sudah jadi/dibuat sebelumnya.
                                       LAMPIRAN III
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR : 54 TAHUN 2010
                                       TANGGAL : 6 AGUSTUS 2010

TATA CARA PEMILIHAN PENYEDIA PEKERJAAN KONSTRUKSI
A. PERSIAPAN PEMILIHAN PENYEDIA PEKERJAAN KONSTRUKSI

2. Pengkajian Ulang Rencana Umum Pengadaan
Pengkajian ulang Rencana Umum Pengadaan dapat dilakukan melalui rapat koordinasi dengan ketentuan sebagai berikut:
a. PPK mengundang ULP/Pejabat Pengadaan dan Tim Teknis untuk membahas Rencana Umum Pengadaan;
b. Pembahasan Rencana Umum Pengadaan meliputi:
1) Pengkajian Ulang Kebijakan Umum Pengadaan
a) Dalam hal mengkaji ulang kebijakan umum pengadaan, PPK dan
ULP/Pejabat Pengadaan hanya melakukan pengkajian ulang terhadap pemaketan pekerjaan.
b) PPK dan ULP/Pejabat Pengadaan mengkaji ulang pemaketan pekerjaan untuk meneliti dan memastikan apakah pemaketan yang ditetapkan oleh PA/KPA telah mendorong persaingan sehat, efisiensi serta meningkatkan peran usaha kecil dan penggunaan produksi dalam negeri.
c) Pengkajian ulang pemaketan pekerjaan dapat dilakukan berdasarkan survei pasar.
d) Dari hasil pengkajian ulang pemaketan pekerjaan, PPK dan/atau
ULP/Pejabat Pengadaan dapat mengusulkan untuk mengubah pemaketan, yaitu penggabungan beberapa paket atau pemecahan
paket.
e) Penggabungan beberapa paket dapat dilakukan sejauh tidak menghalangi pengusaha kecil untuk ikut serta.
f) Pemecahan paket pekerjaan dapat dilakukan sejauh tidak untuk
menghindari pelelangan.

Rapat koordinasi antara PPK selaku penanggung jawab pekerjaan nantinya dengan ULP/Pokja selaku pihak yang melaksanakan proses pelelangan paket pekerjaan serta Tim Teknis selaku petugas yang melakukan kontrol terhadap kehandalan perencanaan paket pekerjaan yang akan dilaksanakan.
Dalam melakukan pengkajian umum pelelangan, PPK – ULP – Tim Teknis dapat menguji kesiapan perencanaan paket pekerjaan yang akan dilaksanakan.
PPK dan ULP/Pokja dapat melakukan uji kembali terhadap Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang sebelumnya sudah ditetapkan oleh PA/KPA. Pengujian kembali KAK tersebut bertujuan guna memastikan detail perencanaan pelelangan yang akan dilaksanakan dan nantinya akan dicantumkan dalam Dokumen Kualifikasi dan Dokumen Pemilihan.
Hal-hal yang krusial yaitu:
1.       Lahan yang akan dijadikan tempat pelaksanaan pekerjaan belum siap untuk dikerjakan.
Apabila berdasarkan pemerikaan bersama PPK – ULP/Pokja – Tim Teknis diketahui bahwa desain yang ada dan akan dijadikan desain terhadap pelaksanaan pekerjaan ternyata berbeda dengan keadaan riil di lapangan, maka sudah sepatutnyalah pelaksanaan pelelangan ditunda pengumumannya atau bila sudah memasuki proses pelelangan janganlah dilakukan penandatanganan kontrak terlebih dahulu.
Hal yang sering terjadi ialah desain yang digunakan tersebut tidak sesuai sebagian atau seluruhnya dengan keadaan riil di lapangan. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa hal:
a)      Desain yang digunakan adalah desain yang sudah old-school, sudah usang, sehingga akibatnya dapat terjadi perubahan kondisi lahan (misalnya saat desain dibuat pada Tahun Anggaran 2007 belum ada utilitas tiang listrik PLN, saat desain tersebut akan digunakan pada Tahun Anggaran 2011 sudah ada utilitas tiang listrik PLN), dapat juga kondisi tanah yang dulunya cukup kepadatannya kini menjadi sangat ekspansive atau gembur bila terkena curah hujan
b)       Desain yang digunakan tidak dilaksanakan secara cermat dan teliti, berdasarkan keadaan riil di lapangan, sehingga kondisi lahan yang akan digunakan tidak akan sesuai rencana biaya, alat, dan metode kerja yang akan direncanakan
c)       Desain yang dibuat tidak komprehensif, tidak holistik, tidak memperhitungkan berbagai faktor yang ada di lapangan. Misalnya tidak memperhitungkan siapa pemilik lahan, apakah lahan dapat dibebaskan, apakah lahan tidak dikuasai instansi lain, dan sebagainya
2.       Terjadi perubahan yang krusial, seperti perubahan pada target (output) yang direncanakan, perubahan pagu anggaran, atau perubahan nilai paket yang akan dilelangkan.
Apabila ternyata saat akan dilelangkan atau pada saat pemasukan dokumen kualifikasi dan/atau dokumen pemilihan, ternyata ada perubahan krusial, maka PPK dan ULP/Pokja dapat melakukan addendum dokumen lelang atau menunda pelelangan. Apabila ternyata target yang ditetapkan tidak realistis, tidak sesuai dengan keadaan di lapangan (kemahalan atau kepanjangan bila dibanding pagu dana yang tersedia) maka pelelangan-pun harus segera disesuaikan dan diklarifikasi dengan atasan langsung/KPA/PA, termasuk di dalamnya dokumen teknis, gambar-gambar yang sudah diperiksa ulang di lapangan tersebut.
Selain hal-hal tersebut, pengkajian ulang perencanaan pelelangan terkait juga dengan pembiayaan terhadap paket yang akan dilelangkan tersebut.
2) Pengkajian Ulang Rencana Penganggaran Biaya Pengadaan
a) PPK dan ULP/Pejabat Pengadaan melakukan pengkajian ulang
rencana penganggaran biaya pengadaan yaitu biaya paket pekerjaan dan biaya pendukung pelaksanaan pengadaan.
b) Pengkajian ulang rencana penganggaran biaya pengadaan dilakukan untuk memastikan:
(1) kode akun yang tercantum dalam dokumen anggaran sesuai dengan peruntukan dan jenis pengeluaran; dan
(2) perkiraan jumlah anggaran yang tersedia untuk paket pekerjaan dalam dokumen anggaran mencukupi kebutuhan pelaksanaan pekerjaan.

Berdasarkan kedua hal tersebut di atas (pengkajian terhadap desain dan rencana biaya paket pekerjaan fisik/konstruksi) terlihat bahwa permasalahan-permasalahan mengenai ketidakpastian lahan dan perubahan dana/target pada DIPA/POK dapat segera diselesaikan sebelum dilelangkan agar tidak terjadi masalah dikemudian hari.
Seperti kita ketahui, apabila keterlambatan pelaksanaan pekerjaan terhambat/terlambat dikarenakan kelalaian pengguna jasa, maka penyedia jasa (kontraktor) dapat menuntut kompensasi terhadap keterlambatan tersebut.
Terutama apabila pengguna jasa justru melakukan Show Cause Meeting (SCM) terhadap Kontraktor yang sebenarnya tidak dapat melaksanakan pekerjaan karena kendala-kendala tersebut di atas yang disebabkan kelalaian PPK dalam memastikan pelaksanaan pekerjaan berjalan lancar.
Selanjutnya setelah melakukan penelitian terhadap kelaikan desain dan rencana penganggaran tersebut, maka PPK dan ULP/Pokja dapat mencantumkannya dalam rencana umum pengadaan dan dapat segera diumumkan.
Berdasarkan hasil rapat koordinasi yang dituangkan dalam Berita Acara:
1) apabila PPK dan ULP/Pejabat Pengadaan sepakat untuk merubah Rencana Umum Pengadaan maka perubahan tersebut diusulkan oleh PPK kepada PA/KPA untuk ditetapkan kembali;
2) apabila ada perbedaan pendapat antara PPK dengan ULP/Pejabat Pengadaan terkait Rencana Umum Pengadaan maka PPK mengajukan permasalahan ini kepada PA/KPA untuk diputuskan; dan
3) putusan PA/KPA bersifat final.

Berdasar kesepakatan PPK dan ULP/Pejabat Pengadaan dan/atau keputusan PA/KPA, maka PPK menetapkan Rencana Pelaksanaan Pengadaan yang meliputi: kebijakan umum, rencana penganggaran biaya dan KAK.
PPK menyerahkan Rencana Pelaksanaan Pengadaan kepada ULP/Pejabat Pengadaan sebagai bahan untuk menyusun Dokumen Pengadaan.

Saturday, July 14, 2012

Tanggung Jawab PPK

PPK sangat berperan penting dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. PPK sangat berperan mulai dari permulaan/perencanaan pengadaan barang/jasa, sampai kepada penyerahan pekerjaan, baik penyerahan pekerjaan pertama (Project Hand Over/PHO) maupun penyerahan pekerjaan akhir (Final Hand Over/FHO).
Sebagaimana diatur dalam Perpres 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

BAB III
PARA PIHAK DALAM PENGADAAN BARANG/JASA
Bagian Pertama
Organisasi Pengadaan
Pasal 7
(1)   Organisasi Pengadaan Barang/Jasa untuk Pengadaan melalui Penyedia Barang/Jasa terdiri atas:
       a. PA/KPA;
       b. PPK;
       c. ULP/Pejabat Pengadaan; dan
       d. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.
(2)   Organisasi Pengadaan Barang/Jasa untuk Pengadaan melalui Swakelola terdiri atas:
       a. PA/KPA;
       b. PPK; dan
       c. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.
(3) PPK dapat dibantu oleh tim pendukung yang diperlukan untuk pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
(4) Perangkat organisasi ULP ditetapkan sesuai kebutuhan yang paling kurang terdiri atas:
       a. kepala;
       b. sekretariat;
       c. staf pendukung; dan
       d. kelompok kerja.

Pada akhir-akhir hendak digantikannya Keppres 80 tahun 2003, banyak orang yang enggan menjadi PPK. Bahkan konon banyak pegawai pemerintah yang diikutsertakan dalam ujian sertifikasi Pengadaan Barang/Jasa sengaja tidak meluluskan dirinya. Namun, semenjak diberlakukannya Perpres 54 tahun 2010, hal tersebut berangsur-angsur menguap. Dengan adanya Tim Pendukung, berupa ULP/Pokja/Pejabat Pengadaan, praktis beban tanggung jawab PPK menjadi lebih terbagi dengan Tim Pendukung tersebut.
Akan tetapi PPK tetap menjadi suatu posisi yang strategis dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Keberhasilan pekerjaan yang dilelangkan tergantung kepada seberapa teliti dan cermat PPK dalam melaksanakan pekerjaannya.
Pejabat Pembuat Komitmen
Pasal 11
(1) PPK memiliki tugas pokok dan kewenangan sebagai berikut:
a. menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang meliputi:
       1) spesifikasi teknis Barang/Jasa;
       2) Harga Perkiraan Sendiri (HPS); dan
       3) rancangan Kontrak.
b.    menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
c.    menandatangani Kontrak;
d.    melaksanakan Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa;
e.    mengendalikan pelaksanaan Kontrak;
f.     melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA;
g.    menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA dengan Berita Acara Penyerahan;
h.    melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan; dan
i.     menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.

(2) Selain tugas pokok dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal diperlukan, PPK dapat:
a.    mengusulkan kepada PA/KPA:
       1) perubahan paket pekerjaan; dan/atau
       2) perubahan jadwal kegiatan pengadaan;
b.    menetapkan tim pendukung;
c.    menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis (aanwijzer) untuk membantu pelaksanaan tugas ULP; dan
d.    menetapkan besaran Uang Muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia Barang/Jasa.

Pasal 12
(1) PPK merupakan Pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa.
(2) Untuk ditetapkan sebagai PPK harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
       a. memiliki integritas;
       b. memiliki disiplin tinggi;
       c. memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk     melaksanakan tugas;
       d. mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki     keteladanan dalam sikap perilaku serta tidak pernah terlibat KKN;
       e. menandatangani Pakta Integritas;
       f. tidak menjabat sebagai pengelola keuangan; dan
       g. memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa.
(3) Persyaratan manajerial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah:
       a. berpendidikan paling kurang Sarjana Strata Satu (S1) dengan     bidang keahlian yang sedapat mungkin sesuai dengan tuntutan     pekerjaan;
       b. memiliki pengalaman paling kurang 2 (dua) tahun terlibat secara aktif     dalam kegiatan yang berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa;     dan
       c. memiliki kemampuan kerja secara berkelompok dalam     melaksanakan setiap tugas/pekerjaannya.
Apabila kita uraiakan, maka akan terlihat betapa strategisnya posisi PPK dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Dalam pasal 11 Perpres 54 tahun 2010 sebagaimana saya lampirkan di atas, terlihat bahwa Perpres menyebutkan bahwa PPK punya tugas dan kewenangan yang disebut Pokok, PPK juga dapat melaksanakan beberapa hal. Namun justru beberapa hal itulah yang menjadi titik krusial. Berikut penjelasannya:

Menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa (Ps 11 ayat (1) a.)
1) spesifikasi teknis Barang/Jasa
Dalam Kementerian kami, hampir selalu PPK itu adalah orang teknis, atau yang berlatar belakang Teknik Sipil (dahulu Insinyur / Ir. kini disebut Sarjana Teknik / ST). Meskipun tidak ada ketentuan tertulis seorang PPK haruslah seorang Sarjana Teknik, namun tentu hal tersebut menjadi mutlak adanya karena terkait dengan keahlian teknis dalam mengawal pelaksanaan pekerjaan. Meskipun, tidak dapat dipungkiri, sisi manajerial juga banyak terlibat dalam fungsi seorang PPK, seperti manajer pelaksanaan proyek, manajer Barang Milik Negara (BMN) atau aset yang berada di lingkup tanggung jawabnya, manajer Sumber Daya Manusia, dan banyak lagi termasuk manajemen terhadap hubungan masyarakat terkait pengaduan/permintaan masyarakat atau berita surat kabar.
Dalam hal pengadaan pekerjaan konstruksi seorang PPK dituntut untuk memahami lingkup pekerjaan yang akan dilelangkannya. Apabila sudah terdapat desain yang sudah jadi, dimana pekerjaan akan dilelangkan menurut desain tersebut, maka PPK harus memahami desain tersebut dan menganalisisnya. Dalam artian desain tersebut apa sudah sesuai dengan pagu yang dianggarkan, sesuai target yang ditetapkan, sesuai kondisi lapangan, sehingga di tangan PPK-lah diputuskan apakah desain tersebut akan terus dilelangkan atau diperlukan suatu perubahan.
Dalam hal pengadaan konsultansi, yang outputnya berupa laporan/hasil desain, maka PPK wajib memahami dan menguasai, apakah output tersebut sudah sesuai dengan yang direncanakan, dalam hal ini yang tertuang dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK).
Dalam hal pengadaan barang/jasa lainnya, maka PPK juga harus memahami rencana/kebutuhan akan barang yang akan diadakan tersebut, spesifikasi yang diinginkan, dan output yang akan dicapai apakah sudah sesuai dengan RKAKL/DIPA atau belum.

2) Harga Perkiraan Sendiri (HPS)
Pembuatan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) adalah hal yang mudah sekaligus sulit. Mudah karena HPS mempunyai patokan-patokan atau standar acuan dalam pembuatannya. patokan-patokan atau standar acuan tersebut, misalnya harga standar tertinggi daerah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat (biasanya ditandatangani oleh Gubernur), harga Biro Pusat Statistik, dengan juga memperhatikan jarak angkut/lokasi dan ketersediaan bahan yang bersangkutan. Sulitnya adalah ketika penilaian tersebut tidak dibuat seksama dan cermat, maka HPS dapat menjadi terlalu mahal atau terlalu murah yang ujungnya pada kemahalan harga kontrak.

3) rancangan Kontrak
Penyusunan rancangan kontrak juga mudah sekaligus sulit. Mudah karena pada awal perencanaan pelelangan, PPK sudah mempunyai patokan jenis kontrak apa yang akan digunakan, yang sudah ada standar dan batasannya dalam Perpres 54 tahun 2010. Disinilah lagi-lagi kompetensi PPK dalam memahami Perpres 54 tahun 2010 kembali diuji, meski lazimnya yang digunakan adalah Kontrak Harga Satuan/Lumpsum. Disebut mudah juga karena sudah ada Standar Bidding Document (SBD) yang dikeluarkan oleh instansi terkait, seperti SBD yang dikeluarkan oleh LKPP tahun 2010. Kementerian kami juga mempunyai SBD berdasarkan Permen PU 07 tahun 2011 untuk pekerjaan Konstruksi maupun Konsultansi, juga ada yang lebih khusus seperti SBD keluaran Bina Marga.
Sulit karena SBD yang ada tersebut, juga harus disesuaikan dengan keadaan di lapangan dan masukan dari para peserta lelang saat Aanwijzing.

Menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ Ps 11 ayat (1) b.)
Setelah mencapai tahap Penetapan Pemenang dan melalui masa sanggah, apabila tidak ada sanggahan maka PPK menerbitkan SPPBJ. Meskipun PPK punya hak untuk tidak menerbitkan SPPBJ, namun hampir tidak pernah PPK tidak sependapat dengan ULP/Pokja mengenai penetapan pemenang. PPK dapat menolak/setuju untuk menerbitkan SPPBJ dengan meneliti Berita Acara Hasil Pelelangan (BAHP).
Dengan keterbatasan waktu yang dimiliinya, dengan ketatnya jadwal pelelangan serta jadwal penyerapan anggaran lazimnya PPK “hanya” mempelajari BAHP secara singkat dan dengan mempelajari yang singkat tersebut PPK akan menyetujui atau menolak menerbitkan SPPBJ.

Menandatangani Kontrak
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penandatangan kontrak adalah:
a.    Pencantuman detail pekerjaan, seperti besarnya nilai kontrak, nilai jaminan, waktu pelaksanaan, termin pembayaran, serta kelengkapan kontrak yang merupakan suatu kesatuan dalam kontrak seperti surat perjanjian, Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK), Jaminan-Jaminan, Syarat-Syarat Umum Kontrak, Syarat-Syarat Khusus Kontrak, dan sebagainya
b.    pembubuhan materai dalam tanda tangan kontrak. Meskipun bukan syarat sahnya perjanjian seperti diatur dalam Ps 1320 KUHPer, pencatuman materai penting adanya.

Melaksanakan Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa dan mengendalikan pelaksanaan Kontrak dan melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan
PPK wajib mengendalikan pelaksanaan pekerjaan agar sesuai dengan yang direncanakan. Disinilah juga merupakan bagian dari pengertian dan pengetahuan PPK tentang lingkup proyek yang dilaksanakannya. Saat perencanaan pelelangan ia harus mengerti lingkupnya, saat pelaksanaan juga ia wajib mengerti pengaplikasiannya. Jangan sampai pelaksanaan pekerjaan kuantitas dan kualitasnya tidak sesuai yang direncanakan, terjadi keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, atau bahkan sampai putus kontrak.

Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA, menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA dengan Berita Acara Penyerahan, dan menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Setelah pekerjaa selesai dilaksanakan, PPK harus membentuk Tim Penerima hasil pekerjaan (Tim PHO) guna memerika hasil pekerjaan apakah sudah sesuai dengan yang direncanakan baik kuantitas maupun kualitasnya.

Selanjutnya dalam hal diperlukan, PPK dapat mengusulkan kepada PA/KPA:
1) perubahan paket pekerjaan; dan/atau
2) perubahan jadwal kegiatan pengadaan
Menurut saya inilah yang menjadi paling penting dalam perencanaan pelelangan. PPK dapat mengusulkan perubahan paket dan jadwal kegiatan apabila PPK merasa bahwa masih terdapat kelemahan perencanaan pelelangan. Perubahan tersebut dapat berupa apapun yang berpotensi akan menjadi masalah dalam pelaksanaan pekerjaan.
Misalnya saja apabila ternyata lahan yang akan digunakan untuk pelaksanaan pekerjaan diketahui oleh PPK bahwa lahan tersebut belum bebas atau masih dalam sengketa, sehingga apabila nantinya sudah didapatkan pemenang lelang dan sudah ditetapkan, sementara lahan belum bebas, Penyedia Jasa dapat menolak untuk melakukan tanda tangan kontrak karena lahannya belum siap untuk dikerjakan. Penyedia Jasa juga dapat meminta suatu Kompensasi atau menolak apabila dikenai Show Cause Meeting (SCM) saat terjadi keterlambatan pekerjaan sebagai akibat belum bebasnya lahan, karena kesalahan/keterlambatan bukan karena penyebab dari Penyedia Jasa.
Contoh lain misalnya desain yang akan digunakan sebagai dasar pelaksanaan pekerjaan, sebagai desain yang digunakan menyusun Dokumen Pemilihan dalam Pelelangan adalah desain yang sudah lama, sehingga dikhawatirkan desain tersebut tidak terkini (up-to-date) dan juga dapat menghambat pelaksanaan pekerjaan. Contohnya desain tahun 2007 akan digunakan untuk pekerjaan tahun 2011, di desain tidak ada utilitas kabel listrik, lalu pada 2011 sudah ada kabel disitu, sehingga perlu untuk dipindahkan (sementara itu izin pemindahan antarinstansi seringkali sulit sekali) yang otomatis akan menghambat progres pelaksanaan pekerjaan.
Apabila perencanaan pelelangan tidak dikaji ulang oleh PPK, maka hal-hal itu dapat menghambat pelaksanaan pekerjaan. Hal tersebut sekali lagi menjadi contoh bahwa kemampuan manajerial dan kejelian PPK memahami lingkup pekerjaan di lingkungannya menjadi amat penting, disamping pengetahuan teknis mengenai barang/jasa yang akan diadakannya. Untuk pembahasan mengenai kaji ulang ini, akan dibahas pada tulisan saya yang lain.